
Opini: Adab Lebih Tinggi daripada Ilmu
Dalam dunia pendidikan, sering kali kita terpesona oleh gelar, nilai tinggi, dan prestasi akademik. Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang jauh lebih berharga daripada sekadar pengetahuan — yaitu akhlak. Ilmu memang menerangi jalan hidup, tetapi akhlaklah yang menentukan ke mana cahaya itu akan dibawa. Tanpa akhlak, ilmu bisa menjadi pedang bermata dua: bisa menolong, tetapi juga bisa melukai.
Pepatah Arab mengatakan:
"الْأَدَبُ فَوْقَ الْعِلْمِ"
Al-adabu fauqol ‘ilmi — Adab lebih tinggi daripada ilmu.
Pepatah ini bukan sekadar untaian kata, melainkan peringatan agar manusia tidak terjebak dalam kesombongan intelektual. Sebab orang yang berilmu tanpa adab ibarat pohon besar tanpa buah: tampak megah, tetapi tak memberi manfaat.
Baru-baru ini, muncul kasus di mana seorang siswa bersama orang tuanya menuntut gurunya sendiri. Siswa tersebut sebenarnya telah melanggar aturan sekolah, namun ketika gurunya memberikan sanksi sebagai bentuk pembinaan, mereka tidak menerimanya. Kasus seperti ini menyedihkan, karena menunjukkan lunturnya nilai hormat terhadap guru. Padahal, guru adalah sosok yang seharusnya dihormati, bukan diperlakukan seperti musuh ketika menegakkan disiplin.
Berbeda halnya dengan suasana di pondok pesantren. Di sana, para santri sejak awal dididik bukan hanya untuk pandai membaca kitab, tetapi juga untuk dididik ruhaniyah-nya agar kemudian terbentuk karakter yang berakhlak mulia, sebagaimana implementasi dari ajaran kitab-kitab salaf yang dipelajari. Seorang santri tidak berani bersikap kurang sopan di hadapan kiainya. Ketakutan mereka bukan karena takut dihukum, melainkan karena rasa hormat yang lahir dari hati. Akhlak inilah yang menjadi pondasi utama dalam kehidupan pesantren, sebab tanpa adab, ilmu yang dimiliki bisa menjadi sumber kesombongan dan kerusakan.
Peristiwa di sekolah tadi seharusnya menjadi cermin bagi kita semua, bahwa pendidikan tidak boleh hanya berorientasi pada pencapaian akademik. Akhlak harus menjadi dasar utama. Sebab orang yang berilmu namun tidak berakhlak, bisa menyelewengkan ilmunya untuk kepentingan diri sendiri. Sebaliknya, orang yang berakhlak, meskipun ilmunya belum tinggi, akan membawa manfaat dan kebaikan bagi sekitarnya.
Oleh karena itu, marilah kita menata kembali arah pendidikan, baik di sekolah maupun di rumah. Hormat kepada guru, sopan santun, kejujuran, dan tanggung jawab harus menjadi nilai-nilai utama. Sebab sesungguhnya, akhlak adalah mahkota ilmu — tanpa akhlak, ilmu kehilangan kemuliaannya.
Oleh : Saiful Umam Alfathowy
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Opini: Mengalahkan Rasa Malas Kunci Membuka Masa Depan
Setiap dari kita pasti pernah merasakan bisikan lembut kemalasan. Ia datang diam-diam, menawarkan kenyamanan instan berupa tunda-menunda, menukar buku dengan gawai, dan mengganti jadwal
Opini: Kebiasaan Salah dalam Berjilbab, Rambut di Jidat Masih Terlihat
Di kalangan pelajar, jilbab sudah menjadi hal yang lumrah. Hampir setiap siswi memakainya, baik di sekolah maupun di luar. Namun, ada satu kebiasaan yang sering saya perhatikan, yaitu m
Opini: Pentingnya Menerapkan Pembelajaran yang Menyenangkan di era Modern.
Pembelajaran merupakan proses penting dalam membentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa. Namun, sering kali siswa merasa jenuh ketika proses belajar hanya berlangsung satu arah
Opini: Maraknya Keterlambatan Siswa, Cerminan Disiplin yang Mulai Luntur
Fenomena keterlambatan siswa yang kian marak akhir-akhir ini patut menjadi perhatian serius. Kedisiplinan merupakan salah satu fondasi utama dalam dunia pendidikan. Namun, ketika banyak
MARAKNYA BULLYING DENGAN MEMANGGIL NAMA TEMAN MENGGUNAKAN NAMA ORANG TUA
Fenomena bullying di kalangan pelajar sering muncul dalam berbagai bentuk. Salah satunya yang cukup marak adalah kebiasaan memanggil teman dengan nama orang tuanya. Sekilas, hal ini dia
TAWAKKAL, BERDO'A DAN BERUSAHA
Aina saraswati Humaira adalah salah satu siswi disekolah MTs Madarijul Huda ia sangat ramah,baik,pintar dalam bidang bahasa arab dan ia pun tak pernah memakai pakaian yang terbuka, dise